SELAMAT DATANG kepada PELANGGAN BANG-OJEK.... BANG-OJEK Baik dan Ganteng

BANG-OJEK

Wednesday, October 5, 2016

Pengemudinya Lebih Sopan, Mike Lucock Ini Ketagihan Ojek Online

BANG-OJEK JOGJA - Aktor Mike Lucock mengaku sebagai salah satu pengguna ojek berbasis online. Awalnya, Mike masih bertahan menggunakan ojek pangkalan, namun beberapa kejadian membuatnya beralih. Harga yang dipatok terllau tinggi oleh ojek pangkalan menjadi faktor utama.

"Tadinya enggak mau ambil karena masih mikir, ah pakai ojek lokal saja, tapi mereka banting harga luar biasa, beda tipis sama taksi, ya mendingan taksi dong," kata Mike kepada VIVA.co.id saat diwawancara di FX Plaza, Jakarta.

Setelah Mike beberapa kali menggunakan ojek berbasis online, dia pun bisa menyimpulkan kelebihannya. Dari segi harga jelas terasa, Mike juga melihat pengemudi ojek berbasis online lebih sopan.

"Dari segi harga lebih murah, mereka juga tepat waktu, yang jelas mereka profesional. Mereka seperti tukang ojek berpendidikan yang tahu bagaimana memperlakukan customer," ujarnya.

Bahkan bintang film Lily Bunga Terakhirku ini pernah menguji pengemudi ojek berbasis online dan pangkalan. Ia memberi uang melebihi dari tarif yang dipatok.

"Saya pernah tes, misalkan tarifnya Rp20 ribu, saya kasih Rp30 ribu, yang online ini balikin, bahkan saya kasih Rp50 ribu mereka ngejar untuk kembaliin uangnya. Kalau yang pangkalan justru enggak," katanya.

Bercermin dari hal itu, Mike berharap tukang ojek pangkalan bisa belajar dari pengemudi ojek berbasis online. Ia ingin ojek pangkalan bersaing secara sehat.



Saturday, October 1, 2016

Cara Manajer yang "Resign" Jadi Tukang Ojek agar Tetap "Bergaji" Manajer



JAKARTA, KOMPAS.com — Faridz Budhi Suryakusuma (34) mempunyai strategi khusus dalam menjalankan aktivitas barunya sebagai tukang ojek. Sebab, meski baru bergabung 15 hari di salah satu operator ojek berbasis aplikasi, Faridz sanggup meraup uang rata-rata Rp 500.000 per hari di luar tips.

"Yang penting fokus saja. Saya sih enggak ditargetin harus dapat berapa sehari. Jalani saja," ujarnya kepada Kompas.com, Selasa (4/8/2015).

Alumnus Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta Utara itu mengaku memulai aktivitasnya selepas subuh, sekitar pukul 05.00 WIB.

Melalui aplikasi di smartphone, Faridz akan mengambil order terdekat dari kediamannya di kawasan Cijantung, Jakarta Timur.

Mantan manajer di sebuah resor itu tidak tebang pilih dalam mengambil order penumpang. Setelah mengantar satu penumpang, dia langsung memonitor order lainnya yang masuk secara acak di smartphone-nya.

"Kan sistemnya rebutan. Cepet-cepetan saja sama rider lain. Begitu dapat (order), jemput, langsung antar ke lokasi tujuan," kata sulung dari empat bersaudara tersebut.

Faridz mengaku tidak memiliki titik favorit untuk mencari penumpang. Hal itu mengingat order yang masuk secara acak akan tampil di layar smartphone pengojek di mana pun dia berada.

Lelaki yang juga berstatus sebagai guru renang itu menilai penghasilan pengojek dari operator ojek berbasis aplikasi mengacu pada pengendara yang bersangkutan.

"Artinya, kalau mau dapat banyak ya harus rajin muter. Terus enggak milih-milih orderan. Kalau malas-malasan dan milih-milih, enggak dapat penumpanglah," ujarnya.

Untuk sekali beroperasi, sejak subuh hingga malam hari, Faridz memilih menggunakan salah satu motor jenis bebek yang dianggapnya irit.

Sehari, rata-rata Faridz mengeluarkan uang bensin sebesar Rp 50.000. Estimasi operasionalnya diperkirakan lebih dari 200 kilometer per hari.

"Saya sih, paling habis gocap (Rp 50.000) sehari. Itu sangat cukup buat muter-muter Jakarta seharian," tuturnya.

Hati senang

Menurut dia, selama ngojek, suasana hati harus senang tanpa stres. Hal itu didapatnya dari pengalamannya sebagai guru renang. "Kalau kita ngejalanin-nya senang, apa pun yang dikerjakan pasti tanpa beban," ujar nya.

Faridz memutuskan mundur sebagai manajer resor di kawasan Puncak, Jawa Barat. Meski mendapat pertentangan dari keluarga dan cibiran dari pihak yang meremehkannya, pria yang sebelumnya berpenghasilan Rp 8 juta-Rp 10 juta itu nekat "banting setir" menjadi tukang ojek. [Baca: Tergiur Penghasilan Go-Jek, Manajer Ini Pilih "Resign"]

Faridz tidak merasa minder meski berstatus sebagai tukang ojek. Bahkan, status tersebut justru membuat hidup lebih tenang daripada saat menjabat manajer.

"Ngapain minder. Tukang ojek, tetapi penghasilan manajer, siapa yang nolak? Apalagi tingkat stresnya lebih kecil dibanding saat jadi manajer. Kalau ngojek, selesai urusan mengantar penumpang, enggak ada beban lagi pas pulang ke rumah," ucapnya senang.